Sabtu, 16 November 2013

Perkembangan Bahasa Indonesia

      Pada dasarnya, Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sehinggan bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan, antara pedagang dari dalam nusantara dan dari luar nusantara.
Dibawah ini adalah beberapa bekas peninggalan-peninggalan dari bahasa Melayu:
- Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380.
- Prasasti Kedukan Bukit, Palembang pada tahun 683.
- Prasasti Talang Tuo, Palembang pada tahun 684.
- Prasasti Kota Kapur, Bangka Barat pada tahun 686.
- Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.
 Beberapa fungsi bahasa Melayu pada saaat itu:
1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia.
3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar
    Indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.

      Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:

1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa
    Indonesia.

Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda". Pada tahun 1928, Bahasa Indonesia dikokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 36, disebutkan bahwa Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia.


EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD).
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Ejaan van Ophuijsen: Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
- Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Surabaïa.
- Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Tanda diakritik seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dsb.

2. Ejaan Republik: Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama Ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
- Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
- Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada tak, pak, rakjat, dsb.
- Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan-2, ke-barat2-an.
- awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia): Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

4. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD): Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh presiden republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, semakin dibakukan.







----------------------------------------------Source1 | Source2--------------------------------------------
Tulisan ini dibuat untuk menyelesaikan tugas softskil Bahasa Indonesia 1, Universitas Gunadarma.
Adlina Khairadini (10111258) 3KA15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar